LANGKAH-LANGKAH PENGAJARAN BAHASA ARAB

>>>Baca Juga Cerita Unik
THARIQAH AL-QAWA`ID WA TARJAMAH

A.    Sejarah Metode Gramatika Tarjamah (Thariqah Al-Qawa’id Watarjamah)
Cikal bakal metode ini dapat di rujuk ke abad kebangkitan Eropa (abad 15) ketika banyak sekolah dan universitas di Eropa mengharuskan pelajarannya belajar bahasa latin karena di anggap mempunyai “nilai pendidikan yang tinggi” guna mempelajari teks-teks klasik.metode ini merupakan penerminan yang tepat dari cara bahasa-bahasa yunani kuno dan latin diajarkan selama berabad-abad. Akan tetapi,penamaan metode klasik ini dengan “Grammar Translation Method” baru dikenal pada abad 19,ketika metode ini digunakan untuk pengajaran bahasa arab baik di negara-negara Arab maupun di negara-negara islam lainnya termasuk indonesia sampai akhir abad19.
Berabad-abad yang lalu hanya sedikit metodelogi pengajaran bahasa yang di landasi teori belajar bahasa. Pada awalnya di dunia barat pengajaran bahasa asing di sekolah-sekolah di samakan dengan pengajaran bahasa yunani dan latin, yaitu menggunakan metode clasic yang memfokuskan diri pada analisa dramatika, penghapalan kosa-kata, penerjemahan wacana, dan latihan menulis.
Bahasa asing kemudian berubah sebutan menjadi metode kaidah dan tarjamah dan sering dijuluki dengan metode tradisional, namun konsep penggunaannya tidak berubah, yakni menekankan analisa tata bahasa, penghafalan kosa-kata, penerjemahan wacana dan juga latihan menulis.

B.     Ciri-ciri Metode Gramatika Tarjamah(Thariqah Al-Qawa’id Watarjamah)

Ciri-ciri khas dari metode ini adalah:
1. Perhatian yang mendalam pada keterampilan membaca,menulis dan menerjemah kan,kurang memperhatikan aspek menyimak dan berbicara.
2.      Menggunakan bahasa ibu sebagai bahasa pengantar dalam kegiatan belajar dan mengajar.
3.      Memperhatikan kaidah-kaidah Nahwu.
4.      Basis pembelajarannya adalah menghafal kaidah tata bahasa dan kosa kata kemudian penerjemahan sejarah harfiah dari bahasa target kebahasa pelajar dan sebaliknya.
5.      Peran pendidik dalam proses belajar mengajar lebih aktif daripada peserta didik yang senantiasa menerima materi secara pasif.
6.     Peserta didik diajarkan membaca secara detail dan mendalam tentang teks-teks atau naskah pemikiran yang ditulis oleh para tokoh dan pakar dalam berbagai bidang ilmu pada masa lalu baik berupa syair,naskah (prasa),kata mutiara (alhikam) maupun kiasan-kiasan.
7.      Penghayatan yang mendalam dan rinci terhadap bacaan sehingga peserta didik meiliki perasaan koneksitas terhadap nilai sastra yang terkandung didalam bacaan (bahasa Arab-bahasa Ibu)
8.      Menitikberatkan perhatian pada kaidah gramatika (Qawa’id Nahwu dan sharaf) untuk menghafal dan memahami isi bacaan.
9.      Memberikan perhatian besar terhadap kata-kata kunci dalam menerjemah.
10.  Peserta tidak diajarkan menulis karangan dengan gaya bahasa yang serupa/mirip dengan bahasa yang dipakai para pakar yang telah dipelajarinya.

C.    Tujuan Metode Qawa’id dan Tarjamah
        Metode ini sangat menekankan pembelajaran pada kosakata dan tata bahasa.tujuan mrtode ini adalah:
1.         Menanamkan pemahaman tentang bahasa.
2.         Pelatihan siswa untuk menulis dalam bahasa yang tepat.
3.         Menyediakan siswa dengan kosakata yang luas.
4.         Melatih siswa mendapatkan makna dengan terjemahan.
5.         Agar para pelajar pandai dalam menghafal dan memahami tata bahasa.
6.         Lebih mampu membaca naskah berbahasa Arab atau karya sastra Arab.
7.         Memiliki nilai disiplin untuk pengembangan intelektual.
Pembelajaran dalam metode ini didominasi dengan kegiatan membaca dan menulis. Adapun kosa kata yang dipelajari adalah kosa kata dari teks bacaan. Dimana suatu kalimat dapat diasumsikan sebagai unit terkecil dalam bahasa ketepatan dalam terjemahan diutamakan dan bahasa ibu digunakan dalam proses pembelajaran. Dalam metode ini lebih ditonjolkan kepada keterampilan dalam menyusun bahasa tulisan dari pada bahasa lisan.

D.     Macam-Macam Pendekatan Pembelajaran Bahasa Arab

1.    Pendekatan Kemanusiaan ( Humanistic Approach ) / Al-Madkhal Al-Insani
Pendekatan ini sangat memfokuskan peserta didik dipandang sebagai manusia yang harus diperlakukan secara manusiawi. Dalam pola pandang ini,setidaknya interelasi antara pengajar dan murid dalam hubungannya dengan proses Transfering Know Ledge sehingga psikologi, minat dan motivasinya dapat terpenuhi.

2.    Pendekatan Berbasis Media ( Media Based Approach ) / Al-Madkhal Al-Tiqoni
Pendekatan ini mengandalkan kepada teknik penggunaan media pengajaran kendala dari pendekatan ini adalah berkaitan dengan biaya pengadaan alat peraga dan tidak lengkapnya materi pengajaran yang berkualitas.

3.    Pendekatan Aural-Oral ( Aural-Oral Approach ) / Al-Madkhal Al-Sam’i Al-Syafahi
Pendekatan ini harus dimulai dengan memperdengarkan bunyi-bunyi bahasa atau kalimat secara klasikal kemudian meminta murid meniru dan menghafal sebelum pengajaran membaca dan menulis diajarkan.

4.    Pendekatan Analisis dan Nonanalisis ( Analytical and Non Analytical Approach ) / Al-Madkhal Al-Tahlili
Perbedaan  keduanya adalah:
a.    Pendekatan analisis adalah pendekatan yang menjadikan sosio-linguistik sebagai dasar pertimbangan analistik. Titik fokusnya adalah pembahasan semantik,aktifitas bicara,analisis sistem dan lain-lain.
b.    Pendekatan Non-Analisis adalah pendekatan yang menjadikan pembaha san psycholinguistik dan ilmu pendidikan sebagai asas pertimbangan analisis yang bersifat global,integral dan alami.

5.    Pendekatan Komunikatif ( communicatif Aprroach ) / Al-Madkhal Al-Ittishali
Pendekatan ini lebih fokus kepada kemampuan komunikasi aktif dan praktis.

6.    Pendekatan Pembelajaran Aktual.
Diantaranya adalah pendekatan konsruktivisme,kontekstual,quantum pembelajaran dan pengajaran, pembelajaran kooperatif, dan Pakem atau Paikem.

E.     Peran Guru dan Murid
Belajar mengajar adalah suatu sistem yang didalamnya melibatkan sebuah komponen yang saling bekerjasama untuk mencapai tujuan. Komponennya adalah guru dan media.
1.    Guru sebagai sumber belajar sekaligus media.
2.    Guru dan media sebagai sumber belajar.
3.    Guru menyerahkan sebagian tanggung jawabnya kepada media.
4.    Media sebagai satu-satunya sumber belajar.
Dalam hal ini peran guru dan murid sangat penting karena jika tidak ada guru dan murid, maka metode kaidah dan tarjamah tidak mungkin dijalankan, peran guru dalam metode kaidah dan tarjamah ialah guru sebagai orang yang menjalankan metode ini, guru memberikan pengenalan dan defenisi kaidah-kaidah tertentu atau menjelaskannya. Sedangkan seorang murid harus menghafalkan materi yang di sampaikan oleh guru dan memahaminya dengan baik.

F.     Langkah-Langkah Menggunakan Metode
 Metode yang digunakan adalah kawa’id dan tarjamah, maka media yang digunakan adalah media pembelajaran kosa kata ( mufradat)  tahapan-tahapan dalam mengajarkan yaitu berikut ini ( kawa’id dan tarjamah ) :
1.              Dengan cara menunjuk langsung benda (kosa kata) yang diajarkan.
2.              Menghadirkan miniatur dari kosa kata yang dimaksud.
3.              Memberikan gambar dari kosa kata yang diajarkan.
4.              Memperagaan dari kosa kata yang ingin disampaikan.
5.              Memasukkan kosa kata yang diajarkan dalam kalimat .
6.              Memberikan padanan kata.
7.              Memberikan lawan kata.
8.              Memberikan definisi dari kosa kata.

G.    Kelemahan dan Kelebihan Metode Qawa’id dan Tarjamah.
Kelemahan dalam metode qawa’id dan tarjamah:
1.    Pengajarannya hanya dapat menyusun/membimbing siswa terampil berbahasa pasif dan tidak aktif.
2.    Banyak mengerjakan tentang bahasanya,bukan kemahiran berbahasa.
3.    Terjemahan harfiah sering mengacaukan makna kalimat dalam konteks luar.
4.    Belajar hanya mempelajari satu ragam bahasa.
5.    Metode ini banyak mengabaikan kemahiran kalam.
6.    Banyak menggunakan bahasa ibu.
7.    Lebih banyak mengajarkan bahasa dari pada berbahasa.
8.    Siswa hanya kuat dalam kemampuan tata bahasa dalam membaca,tetapi lemah dalam kemampuan mendengar, berbicara dan menulis.

    Kelebihan dalam metode qawa’id dan tarjamah:
1.      Pelajar menguasai dalam arti lafal diluar kaidah bahasa  target.
2.      Pelajar memahami isi detail bahan bacaan yang dipelajarinya dan mampu menerjemahkannya.
3.      Kosa kata yang dihafal relatif banyak.
4.      Memperkuat kemampuan pelajar dalam mengingat dan menghafal.
5.      Siswa mahir dalam membaca,menulis dan menerjemah.
6.      Tidak menuntut siswa mahir berbahasa arab.
7.      Metode ini mudah dilaksanakan.
8.      Dapat mengingatkan wawasan siswa.

H.    Strategi dan Desain Pembelajaran Qowaid (Gramatika)
Ada beberapa strategi dalam mengajarkan gramatika, yaitu:
1.      Musykilat al-Tullab
Strategi ini dapat mengakomodasi kebutuhan dan harapan seluruh mahasiswa, karena strategi ini memberi peluang kepada mahasiswa menanyakan hal-hal yang belum dimengerti dari gramatika yang telah diajarkan.
2.      Istintajiyah
Pola ini dapat disampaikan dengan strategi modifikasi lecturing (ceramah), sehingga mahasiswa dapat tetap konsentrasi mengamati berjalannya materi, dengan diselingi berbagai contoh untuk pemantapan materi.
3.      Muqaranat al-Nash
Teknik pembelajaran ini bertujuan agar mahasiswa dapat membandingkan dua model tulisan yang berbeda bentuk, namun sama tema bahasan. Kajian ini lebih difokuskan pada unsur gramatika bahasanya.
4.      Tahlil al-Akhtha’
Ini adalah merupakan strategi yang menuntut adanya kecermatan mahasiswa dalam mengidentifikasi dan menganalisa kesalahan pada tata bahasa Arab. Di samping menghadirkan pembenaran atas kesalahan terseebut.
5.      Ikhtiyar al-Jumal
Strategi ini membutuhkan kejelian mahasiswa untuk dapat memilah antara kalimat yang salah dan kalimat yang benar. Strategi ini dapt berguna untuk menggugah sense of language mahasiswa terhadap struktur kalimat bahasa Arab.[1]
Desain pembelajaran qowaid adalah sebagai berikut:
1.      Pengantar atau pendahuluan
2.      Menyampaikan contoh
3.      Sinkronisasai atau memadukan
4.      Inovasi
5.      Penerapan.[2]

METODE LANGSUNG (Thariqoh Al-Mubasyaroh)

A.    Sejarah Thariqoh Al-Mubasyaroh
Metode ini muncul akibat ketidakpuasan dengan hasil pengajaran bahasa dengan metode gramatika dikaitkan dengan tuntutan kebutuhan nyata dimasyarakat. Menjelang abad ke-19, hubungan antarnegara di Eropa mulai terbuka sehingga menyebabkan adanya kebutuhan untuk bisa saling berkomunikasi aktif diantara mereka. Untuk itu mereka membutuhkan cara baru belajar bahasa kedua, karena metode yang ada dirasa tidak praktis dan tidak efektif. Maka pendekatan-pendekatan baru mulai dicetuskan oleh para ahli di Jerman, Inggris, Perancis dan lain-lain, yang membuka jalan bagi lahirnya metode baru yang disebut metode langsung. Diantara para ahli itu adalah Francois Goulin (1880-1992) seorang guru bahasa latin dari perancis yang mengembangkan metode berdasarkan pengamatannya pada penggunaan bahasa ibu oleh anak-anak. Metode Langsung (Thariqoh Al-Mubasyaroh) merupakan metode yang memprioritaskan pada keterampilan berbicara.

B.     Pengertian Metode Langsung (Mubasyaroh)
Metode Langsung (Mubasyaroh) merupakan metode yang memprioritaskan pada keterampilan berbicara. Metode ini muncul sebagai reaksi ketidakpuasan terhadap hasil pengajaran bahasa dari metode sebelumnya (gramatika tarjamah), yang dipandang memperlakukan bahasa sebagai sesuatu yang mati. Seruan-seruan yang menuntut adanya perubahan-perubahan mendasar dalam cara pembelajaran bahasa itu mendapatkan momentumnya pada awal abad ke-20 di Eropa dan Amerika, serta digunakan baik di Negara Arab maupun di negara-negara Islam Asia termasuk Indonesia pada waktu yang bersamaan.
Sebagai suatu reaksiproaktif terhadap  metode gramatika tarjamah, maka karakteristik dari metode ini adalah:
1.      Memberi prioritas yang tinggi pada ketrampilan berbicara sebagai ganti ketrampilan membaca, menulis dan menerjemah,
2.      Basis pembelajarannya terfokus pada teknik demontrastif; menirukan dan menghafal langsung dimana murid-murid mengulang kata, kalimat, dan percakapan melalui asosiasi, konteks dan definisi yang diajarkan secara induktif yaitu berangkat dari contoh-contoh kemudian diambil kesimpulan,
3.      Menghindari penggunaan bahasa ibu pelajar,
4.      Kemampuan komunikasi lisan dilatih secara cepat melalui Tanya jawab yang terencana dalam pola interaktif yang bervariasi,
5.      Interaksi antara guru dan murid terjalin secara aktif,
Jadi, pada dasarnya metode ini berangkat dari satu asumsi dasar, bahwa pembelajaran bahasa asing tidaklah jauh berbeda dengan belajar bahasa ibu, yaitu dengan penggunaan bahasa secara langsung dan intensif dalam komunikasi keseharian, dimana tahapannya bermula dari mendengarkan kata-kata, menirukan secara lisan, sedangkan mengarang dan membaca dikembangkan kemudian.
Metode ini berorientasi pada pembentukan keterampilan pelajar agar mampu berbicara secara spontanitas dengan tata bahasa yang fungsional dan berfungsi untuk mengontrol kebenaran ujarannya hingga mirip penutur aslinya.[3]

C.    Ciri-ciri Metode Langsung (Thariqoh Al-Mubasyaroh)
Ciri-ciri Metode Langsung (Thariqoh Al-Mubasyaroh) adalah sebagai berikut :
1.      Member prioritas yang tinggi pada keterampilan berbicara
2.      Basis pembelajarannya terfokus pada tekhnik demonstratif, menirukan dan menghapal langsung, dimana murid-murid mengulang-ulang kata, kalimat, dan percakapan melalui asosiasi, konteks, dan definisi yang diajarkan secara induktif, yaitu berangkat dari contoh-contoh kemudian diambil kesimpulan.
3.      Mengelakkan/menghindari penggunaan bahasa ibu pelajar
4.      Kemampuan komunikasi lisan dilatih secara cepat melalui tanya jawab yang terencana dalam pola interaksi yang bervariasi.
5.      Interaksi antar guru dan murid terjalin secara aktif, dimana guru berperan memberikan stimulus berupa contoh-contoh, sedangkan murid hanya merespon dalam bentuk menirukan, menjawab pertanyaan dan memperagakannya.
6.      Berbahasa adalah berbicara, maka berbicra merupakan aspek yang harus diperiolitaskan.
7.      Sejak dini pelajar dibiasakan berpikir dalam bahasa-bahasa asing yang dipelajari.
8.      Bahasa ibu dan bahasa kedua atau terjemahan kedalam dua bahasa tersebut tidak digunakan.
9.      Tidak begitu memperhatikan tata bahasa, walaupun ada hanya diberikan dengan mengulang-ulang contoh kalimat secara lisan.

D.    Tujuan Metode Langsung (Thariqoh Al-Mubasyaroh)
Metode ini memerlukan hal-hal berikut:
1.      Materi pengajaran pada tahap awal berupa latihan oral (As-Safahiyah)
2.      Materi dilanjutkan dengan latihan menutur kata-kata sederhana, baik kata benda (Isim), atau kata kerja (fi’il) yang sering didengar oleh peserta didik.
3.      Materi dilanjutkan dengan latihan penturan kalimat sederhana dengan menggunakan kalimat yang merupakan aktivitas peserta didik sehari-hari.
4.      Peserta didik diberikan kesempatan untuk berlatih dengan cara tanya jawab dengan guru/sesamanya.
5.      Materi qira`ah harus harus disertai diskusi dengan bahasa Arab, baik dalam mejelaskan makna yang terkandung didalam bahan bacaan ataupun jabatan setiap kata dalam kalimat.
6.      Selama proses pengajaran hendaknya dibantu dengan alat peraga atau media yang memadai.

E.     Pendekatan Pembelajaran Metode Langsung (Thariqoh Al-Mubasyaroh)
1.      Guru membuka pembelajan dengan langsung berbicara dengan bahasa Arab. Mengucapakan salam dan bertanya mengenai pelajaran saat itu. Siswa menjawab pertanyaan dengan bahasa Arab. Demikian guru meneruskan pertanyaan dan sesekali memberi perintah.
2.      Pelajaran berkembang diseputar sebuah gambar yang menjadi media untuk mengajarkan mufrodat, kemudian siswa mengulangi kata-kata dan ungkapan-ungkapan baru serta mencoba kalimat sendiri sebagai jawaban pertanyaan guru.
3.      Setelah mufrodat dipelajari dan dipahami bahwa makna guru menyuruh siswa membaca teks bacaan mengenai tema yang sama dengan suara keras. Guru member contoh kalimat yang dibaca terlebih dahulu dan siswa menirukan bagian yang menjadi inti pelajaran tidak diterjemahkan, guru mengajukan pertanmyaan dalam bahasa Arab dan harus dijawab oleh siswa dengan bahasa Arab pula.
4.      Pelajaran bisa diakhiri dengan bernyanyi bersama.

F.     Langkah-langkah penggunaan Metode Langsung (Thariqoh Al-Mubasyaroh)
1.      Guru memulai penyajian materi secara lisan, mengucapkan satu kata dengan menunjukkan bendanya atau gambar itu.
2.      Latihan berikutnya berupa tanya jawab dengan kata tanya “ma ( ما  ), hal ( هل(  , aina (  أين ) dan sebagainya.
3.      Setelah guru yakin bahwa siswa menguasai materi yang disajikan baik dalam pelafalan maupun pemahaman makna.
4.      Kegiatan berikutnya ialah menjawab secara lisan pertanyaan atau latihan yang ada dalam buku, dilanjutkan dengan mengerjakannya secara tertulis.
5.      Bacaan umum yang sesuai dengan tingkatan siswa diberikan sebagai tambahan, misalnya berupa cerita humor, cerita yang mengandung hikmah dan bacaan yang mengandung ungkapan-ungkapan pendek indah, karena pendek dan menarik biasanya siswa menghafalnya diluar kepala.
6.      Tata bahasa diberikan pada tingkat tertentu secara induktif.

G.    Kelemahan dan Kelebihan Metode Langsung (Thariqoh Al-Mubasyaroh)
Kelemahan metode langsung (Thariqoh Al-Mubasyaroh)
1.      Metode ini memiliki prinsip-prinsip yang mungkin dapat diterima oleh sekolah-sekolah yang jumlah pelajarannya tidak banyak.
2.      Metode ini menuntut para guru yang mempunyai kelancaran berbicara seperti penutur asli.
3.      Metode ini mengandalkan kemahiran guru dalm menyajikan materi, bukan buku-buku teks yang baik.
4.      Metode ini menghindari pengunaan bahasa kedua atau terjemahan. Hal ini justru bisa menghambat kemajuan pelajar, sebab banyak waktu dan tenaga terbuang dalam menerangkan kata yang abstrak ( tidak bisa digambarkan ) atau konsep tertentu dalam bahasa asing.

Kelebihan metode langsung (Thariqoh Al-Mubasyaroh)
1.      Dengan kedisiplinan medengarkan dan menggunakan pola-pola dialog secara teratur, maka para pelajar bisa terampil dalam menyimak dan berbicara.
2.      Dengan banyaknya peragaan atau demonstrasi gerakan, pengunaan gambar, bahkan belajar dialam nyata para pelajar bisa mengetahui banyak kosa kata.
3.      Dengan banyak latihan pengucapan secara ketat dalam bimbingan guru, maka para pelajar bisa memiliki lafal yang relatif medekati penutur asli.
4.      Para pelajar mendapat banyak latihan dalam bercakap-cakap khususnya mengenai topik-topik yang sudah dilatih dalam kelas. Dapat membantu mereka dalam menganalisis pola-pola percakapan dalam topik-topik lain.

METODE MEMBACA (Thariqoh Al-Qiraah)

A.    Sejarah Metode Membaca (Thariqoh Al-Qiraah)
Ketidakpuasan terhadap metode langsung yang kurang memberikan perhatian kepada kemahiran membaca dan menulis, mendorong para guru dan ahli bahasa untuk mencari metode baru. Teori metode mubasyaroh kurang mengacu pada qowaid / kaidah-kaidah nahunya sehingga dalam hal ini lebih dicondongkan dalam berbicara saja. Opini yang berkembang diantara para guru adalah bahwa mengajarkan bahasa asing dengan target penguasaan semua keterampilan berbahasa adalah sesuatu yang mustahil. Karena alasan itulah maka Profesor Coleman dan kawan-kawan dalam sebuah laporan yang ditulis pada tahun 1929 menyarankan menggunakan metode dengan satu tujuan pengajaran yang lebih realistis yaitu, keterampilan membaca. Metode ini diberi nama “metode qiraah” ini digunakan untuk seluruh sekolah Eropa dan Amerika. Bukan berarti kegiatan belajar mengajar hanya terbatas pada latihan membaca. Latihan menulis dan membaca juga diberikan walau dalam porsi terbatas.


B.     Ciri-ciri Metode Qiraah
a.       Kegiatan pembelajaran yang berbasis pada pemahaman isi bacaan dengan didahului oleh pengenalan makna kosakata, kemudian menambahkan isinya secara bersamaan dengan bantuan guru.
b.      Tata bahasa tidak dibahas secara panjang lebar, namun dipilih yang sesuai dengan fungsi maknanya.
c.       Kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan hadirnya tugas-tugas yang dijawab olehh murid untuk mengokohkan pemahaman akan bahan bacaan yang dimaksud.
d.      Membaca diam lebih diutamakan daaripada membaca keras[4].

C.    Teknik MaharohQiraah
a.       Guru memulai pelajaran dengan member contoh qiraah jahriah dengan benar. Guru dimungkinkan untuk membacakan teks dan diikuti oleh siswa dengan melihat teksnya, siswa menirukan bacaan gurunya.
b.      Sebaiknya teks yang disajikan pendek sehingga mudah dipahami siswa sehingga fokus hanya untuk mengucapkan dan tidak pindah untuk berfikir tentang makna.
c.       Tersedianya waktu yang cukup untuk melatih siswa mendengarkan teks, setelah selesai kemudian mereka diminta untuk membaca teks dengan keras.
d.      Melatih siswa membaca dengan cara bersama-sama dan juiga individu. Saat siswa membaca secara individu guru harus aktif mendorong siswanya membaca dengan cepat tidak membaca kata-perkata atau sering berhenti dalam setiap baris.
e.       Hendaknya guru selalu mencatat kesalahan-kesalahan yang terjadi baik berkaitan dengan bunyi atau pengucapan. Berdasarkan catatan tersebut guru bisa mencari penyebab dan solusinya[5].

D.    Peran Guru dan Murid
1.      Guru membacakan beberapa kalimat dan meminta siswa untuk mengulanginya
2.      Guru menyuruh siswa membaca untuk melatih ketepatan mahrajul huruf
3.      Guru menanyakan kepada siswa agar dapat menguji hafalan siswa
4.      Guru dapat mengajari siswa penggunaan kamus
5.      Guru dapat memberi pengetahuan tentang tanda baca
6.      Guru dapat memberi pengajaran dalam penggunaan harakat yang tepat
7.      Guru sebagai pemandu yang penuh dengan motivasi
8.      Guru sebagai moderator yang kreatif   

E.     Metode Pembelajaran Qiraah
Dalam pembelajaran membaca terdapat beberapa teori dan metode yang muncul dan berkembang[6].  
·         Metode Harfiyah
Guru memulai dengan mengajarkan huruf hijaiyah satu persatu, murid pun lambat dalam membaca karena siswa cenderung membaca huruf perhuruf daripada membaca kesatuan kata.
·         Metode Sautiyah
Dimulai dengan mengajarkan huruf berharakat fathah dan seterusnya. Diantara kelebihan metode ini adalah mengajarkan huruf dengan bunyinya bukan namanya. Kekurangannya terkadang metode ini menghambat kelancaran atau kecepatan membaca siswa, karena siswa terbiasa membaca huruf hijaiyah.
·         Metode Suku Kata
Siswa terlebih dahulu membaca suku kata kemudian mempelajari kata yang tersusun dari kata tersebut. Harus didahului oleh pembelajaran huruf mad.
·         Metode Kata
Guru memulai dengan menampilkan sebuah kata disertai gambar yang sesuai jika kata itu mungkin digambar. Kemudian guru itu mengucapkan kata itu beberapa kali dan diikuti siswa. Langkah selanjutnya guru menampilkan kata tadi tanpa disertai gambar untuk dikenali dan dibaca siswa. Setelah mampu membaca kata tersebut, baru kemudian guru menganalisa dan mengurai huruf-huruf  yang terkandung dalam kata tadi.

Kelebihan Metode Kata :
a.       Sejalan dengan landasan psikologi pengetahuan visual manusia yang dimulai dari hal-hal umum.
b.      Membiarkan siswa berlatih membaca cepat.
c.       Siswa membaca kesatuan kata yang mempunyai arti.

Kekurangan Metode Kata :
a.       Siswa lebih fokus kepada gambar daripada kata yang diajarkan.
b.      Terkadang siswa hanya menebak dan mengira kata berdasarkan gambar, bukan membaca yang sesunguhnya.
c.       Jika kata yang diajarkan sangat mirip, siswa mengacaukannya.

·         Metode Kalimat
Guru menampilkan sebuah kalimat pendek dikartu atau papan tulis, kemudian membaca kalimat tersebut beberapa kali dan diikuti siswa.
Kelebihannya :
a.       Mengedapankan satuan kalimat atau kata yang bermakna.
b.      Membiasakan siswa membaca satuan yang lebih besar.
Kelemahannya :
a.       Menguras tenaga guru dan menggunakan guru yang terlatih sedangkan ketersediaan guru professional dalam bidang bahasa Arab sangat terbatas.

·         Metode Gabungan   
Metode ini menggabungkan metode harfiyah, sautiyah, suku kata, metode kata dan metode kalimat[7].
F.      Tujuan Pembelajaran Qiroah
Membaca merupakan sarana utama untuk mencapai tujuan pembelajaran bahasa ,lebih-lebih bagi pembelajar bahasa arab non arab dan tinggal diluar negara-negara arab seperti para pembelajar di Indonesia.
Tujuan pembelajaran Qira’ah :
1.      Mengucapkan bunyi dari makhrajnya serta membedakan bunyi huruf yang mirip.
2.      Menghubungkan tanda dengan makna.
3.      Memahami apa yang dibaca .
4.      Memperhatikan harakat panjang pendek.
5.      Berhenti pada tempat yang sesuai.
6.      Tidak mengulang-ulang kata pada saat membaca.[8]
Adapun tujuan khusus dari pembelajaran keterampilan membaca ini dibagi menjadi tiga tingkatan berbahasa, yaitu
1.     Tingkat pemula
1.      Mengenali lambing-lambang (symbol huruf)
2.      Mengenali kata dan kalimat.
3.      Menenmukan ide pokok dan kata kunci.
4.      Menceritakan kembali isi bacaan pendek.
2.     Tingkat menengah
1.      Menemukan ide pokok dan ide penunjang
2.      Menceritakan kembali berbagai jenis isi bacaan
3.     Tingkat lanjut
1.     Menemukan ide pokok dan ide penunjang
2.     Menafsirkan isi bacaan
3.     Membuat inti sari bacaan
4.     Menceritakan kembali berbagai jenis bacaan

G.    Tujuan Metode Qiraah
a.      Kartu dan Macam-macanya (al-Bithoqoh)
Kartu biasanya terbuat dari kertas yang keras dan tebal, masing-masing sisinya memiliki kata, frasa, kalimat atau ungkapan. Adapun macam-macam kartu sebagai berikut :
-        Kartu pertanyaan dan jawaban ( bithoqoh al- asilah wa al-ijabah)
-        Kartu kosa kata ( bithoqoh al-Takmilah )
-        Kartu tiruan (bithoqoh al-Musaghar)
b.      Laboratorium Baca
Biasanya laboratorium baca terdiri dari sejumlah kitab-kitab kecil, isinya berisi materi bahasa yang tersusun secara gradasi dari sederhana menuju sulit yang dapat membantu siswa untuk lebih cepat membaca sesuai kemampuannya.
Media yang digunakan dalam metode ini adalah teks. Seorang pendidik harus menggunakan teks atau buku untuk metode ini, dan mengarahkan kepada peserta didik untuk membaca teks dengan baik dan benar.Media teks yang digunakan boleh apa saja, yang memudahkan peserta didik memahami lebih cepat dan sesuai dengan apa yang diinginkan.
Pendekatan antara murid dan guru haruslah saling terjalin karena pendekatan antara murid dan guru merupakan hal yang harus dilakukan dalam metode membaca karena tanpa adanya itu metode tersebut lebih bersifat monoton. 
THARIQAH AS-SAM’IYAH AS-SYAFAWIYAH
A.    Sejarahnya
Keterampilan berbahasa yang dihasilkan oleh metode membaca yang terbatas pada kemampuan membaca teks-teks ternyata tidak lagi memadai untuk memenuhi kebutuhan yang berkembang pada tahun 40’an. Dalam situasi perang Dunia Ke II, Amerika Serikat memerlukan personalia yang yang lancer berbahasa asing untuk ditempatkan dibeberapa Negara, baik sebagai penerjemah dokumen-dokumen maupun pekerjaan lain yang memerlukan komunikasi langsung dengan penduduk setempat. Untuk itu, Departemen Pertahanan Negara Amerika Serikat membentuk satu badan yang menamai Army Specialized Training Program (ASIP) dengan melibatkan universitas di AS. Program yang dimulai tahun 1943 ini betujuan agar peserta dapat berketerampilan berbicara  dalam beberapa bahasa asing, dengan pendekatan dan metode yang baru sama sekali pengajaran bahasa asing model ASIP ini layak diterapkan secara umum diluar program ketentaraan. Model ASIP inilah yang merupakan cikal bakal dari metode Audiolingual, setelah dikembang dan diberi landasan metodologis oleh berbagai universitas di Amerika.
Metode ini didasarkan atas beberapa asumsi, antara lain bahwa bahasa yang pertama-tama adalah ujaran. Oleh karena itu, harus memperdengarkan bunyi-bunyi bahasa dalam bentuk kata, kalimat kemudian mengucapkannya, sebelum pelajran membaca dan menulis. Asumsi lain dari metode ini adalah bahwa bahasa merupakan kebiasaan. Suatu perilaku akan menmjadi kebiasaan apabila diulang berkali-kali. Oleh karena itu pengajaranbahasa harus harus dilakukan dengan teknik pengulangan atau repotesi. Metode ini juga didasarkan atas asumsi bahwa bahasa-bahasa didunia ini berbeda satu sama lain. Oleh karena itu, pemilihan bahan ajar harus berbasis hasil analisis kontrastif, antara lain bahasa ibu dan bahasa target yang sedang dipelajari[9].

B.     Cirri-ciri metode As-sam’iyah As-syafawiyah
Adapun cirri khas yang menonjol dari metode ini adalah :
1.      Memiliki rangkaian penbelajaran yang sistematis, dari menyimak ke berbicara baru kemudian membaca dan menulis. Dengan rangkaian ini dipahami adany atujuan pengajaran bahasa yang ingin mengakomodasi keempat keterampilan bahasa secara seimbang.
2.      Keterampilan menulis diajarkan sebatas pola pada kalimat dan kosa kata yang sudah dipelajari secara lisan, karena pelajaran menulis merupakan representasi dari pelajran berbicara.
3.      Menghindari sebisa munghkin penerjemahan bahasa.
4.      Menekankan pada peniruan, penghafalan, asosiasi, dan analogi.
5.      Penguasaan pola kalimat dilakukan dengan latihan-latihan pola yang berurutan, stimulus ke response ke reinforcement[10].

C.    Teknik-teknik As-Sam’iyah As-Syafawiyah
Dan adapun teknik-tekniknya, sama seperti teknik pembelajaran Maharah Qiraah. Dan langkah-langkahnya bebeda. Dan langkah-langkah metode ini adalah [11]:
a.       Guru membacakan beberapa kata dan kalimat disertai penjelasan maknanya ( dengan menggunakan gambar, isyarat, gerakan dan laini-lain) .
b.      Guru menyuruh siswa membuka buku teks dan membacanya, serta meminta siswa mengulanginya kembali.
c.       Siswa mengulangi kalimat dan jumlah secara bersama-sama, kelas dibagi dua atau tiga kelompok, setiap kelmpok diminta unutk mengulangi.
d.      Setelah siswa memahami kata dan kalimat, guru menampilkan teks sederhana dan menyuruh siswa membaca dalam hati.
e.       Guru mengajukan pertanyaan sesuai dengan bahan bacaan sehingga dapat diketahui dengan mudah tingkat pemahamannya.
f.       Sebaiknya pertanyaan-pertanyaan yanbg diberikan mebutuhka jawaban pendek.
g.      Jika salah seorang siswa tidak mampu menjawab pertanyaan, hendaknya pertanyaannya diberikan kepada siswa yang lain.
h.      Setelah selesai Tanya jawab, siswa diminta mengulangi lagi dalam hati.
i.        Pada akhir pertemuan bguru memotivasi siswa mengajukan pertanyaan yang jawabannya ada dalam teks bacaan, dan dijawab oleh teman-temannya baik mengenai pemahaman bahasa atau tata bahasa. 

D.    Pendekatan-pendekatan yang digunakan metode As-sam’iyah As-syafawiyah
Ada dua pendekatan teori yang mendasari pengajaran bahasa sebagaiman kita ketahui, yaitu teori tata bahasa tradisional dan struktural. Keduanya memiliki pandangan yang yang saling berbeda dalam hal tata bahasa. Teori tradisional meyakini bahwa sturktur bahasa-bahasa didunia tidak sama. Menurut teori tradisional bahasa yang baik adalah menurut para ahli bahasa (dalam istilah linguistic disebut perspektif). Sedangkan menurut teori structural yang baik dan benar adalah yang digu akan oleh penutur asli ( dalam istilah lnguistik disebut deskriptif[12]).
Dengan demikian pendekatan structural melhat struktur bahasa sebagai fokus perhatian. Struktur bahasa dalam hal ini dianggap sama dengan pola-pola kalimat, pandangan ini bertolak belakang dengan pendekatanb tradisional yang memandang sebaiknya.
Metode Audiolingual adalah metode mendasarkan diri kepada pendekatan structural dalam pengajaran bahasa arab dan metode ini menekankan pada penelaahan dan pendeskripsian suatu bahasa yang akan dipelajari dengan memulainya dari system bunyi (fonologi) kemudian sisten pembentukan kata ( Morfologi ) dan system pembentukan kalimat ( sintaksis).

E.     Langkah-langkah penggunaan metode
Sebagaimana metode ini, yaitu mendengarkan dan berbicara maka aplikasinya klebih menekankan dua aspek ini sebelum kepada kedua aspek lainnya. Jika melihat konsep dasarnya maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam aplikasinya, yaitu [13]:
a.       Pelajar harus menyimak, kemudian berbicara, kemudian membaca dan akhirnya menulis.  
b.      Tata bahasa harus disajikan dalam bentuk pola-pola kalimat atau dialog-dialog dengan topic situasi-situasi sehari-hari.
c.       Latihan (drill/al-tadribat) harus mengikuti operant-conditioning seperti yang telah dijelaskan.
d.      Semua unsur tata bahasa harus disajikan dari yang mudah kepada yang sukar atau bertahap.
e.       Kemungkinan-kemungkinan untuk membuat kesalahan dalam member respon harus dihindarkan, penguatan positif lebih dari efektif daripada penguatan negatif.

F.     Tujuan Metode Ini
Metode ini bertujuan bahwa metode audiolingual pada dasarnya tidak hanya menekankan latihan dan pembiasaan para pelajar untuk membentuk kecakapan berbahasa, tetapi juga kecermatan pengajar dalam membimbing mereka sangat diperhatikan. Oleh sebab itu seorang pengajar harus benar-benar menguasai prinsip-prinsip itu[14].


G.    Peran Guru dan Murid
Belajar mengajar adalah suatu system yang didalamnya melibatkan sejumlah komponen yang saling bekerja sama untuk mencapai tujuan. Komponennya dalam perna guru dan murid ialah guru dan media, diantaranya[15]:
1.      Guru sebagai sumber belajar sekaligus media
2.      Guru dan media sebagai sumber belajar
3.      Guru menyerahakan sebagian tanggung jawabnya kepada media.
4.      Media satu-satunya sumber belajar.

H.    Kelebihan dan Kekurangan Metode Ini
Sebagaimana metode langsung, metode audiolingual memiliki kelebihan dan kekurangan. Aspek kelebihannya antara lain[16]:
a.       Para pelajar menjadi terampil dalam membuat pola-pola kalimat yang sudah di drill.
b.      Para pelajar memiliki lafal yang baik dan benar.
c.       Para pelajar tidak tinggal dalam dialog tetapi terus menerus memberi respon pada rangsangan yang diberikan oleh guru.

Aspek Kekurangannya antara lain:
a.         Para pelajar cenderung untuk member respon secara serentak ( atau secara individual) seperti “ membeo” dan sering tidak mengetahui makna yang diucapkan. Respon ini terlalu mekanistis.
b.        Para pelajar tidak diberi latihan dalam makna-makna lain dari kalimat yang dilatih berdasarkan konteks.
c.         Sebetulnya para pelajar tidak berperan aktif tetapi hanya memberikan respon pada rangsangan yang diberikan oleh guru. Jadi gurulah yang menentukan semua latihan dan materi pelajaran dikelas. Dialah yang mengetahui jawaban atas semua pertanyaan yang diajukan dikelas. Dengan kata lain, penguasaan kegiatan dalam kelas dapat disebut” dikuasai sepenuhnya oleh guru:”.
d.         Metode ini berpendirian bahwa jika pada tahap-tahap awal para pelajar tidak/belum mengerti makna dari kalimat-kalimat yang ditirunya tidak dianggap sebagai hal yang meresahkan. Selanjutnya dengan menyimak apa yang dikatakan oleh guru member respon yang benar dan melakukan semua tugas tanpa salah, pelajar sudah dianggap belajar tujuan dengan benar. Jika dianalisa pendirian ini kurang dapat diterima, sebab meniru tanpa mengetahui makna adalah suatu aktivitas yang mubazir kecuali itu hapalan-hapalan pola kalimat dengan ucapanyang baik dan benar belum berarti bahwa para pelajar dengan sendirinya akan mampu berkomunikasi dengan wajar. Oleh sebab itu diperlukan bimbingan yang intensif dalm mencapai kemampuan komunikasi ini.

I.       Konsep Dasar Metode Audiolingual
a.       Dasar berbahasa adalah percakapan, sedangkan tulisan adalah bagian dari percakapan. Maka materi yang perlu di prioritaskan dalam pengajaran bahasa asing atau bahasa tujuan adalah memahami pembicaraan dan berbicara.
b.      Cara yang tepat untuk mengajari bahasa asing atau bahasa tujuan adalah membentuk kebiasaan berbahasa.
c.       Materi yang harus di pelajari adalah bahasa asing atau bahasa tujuan itu.
d.      Para ahli bahasa struktural menolak adanya pikiran tata bahasa semesta  yang memandang adanya  kaidah-kaidah bahasa secara keseluruhan.


METODE GABUNGAN ( THARIQAH AL-INTIQAIYAH)
A.    Sejarahnya
Yang dimaksud gabungan disini tentu saja bukan menggabungkan semua metode yang ada sekaligus, melainkan lebih bersifat “tambal sulam”, artinya suatu metode tertentu dipandang dapat mengatasi kekurangan metode yang lain. Walaupun setiap metode memiliki kelebiahan dan kekurangan, namun tidak berarti semuanya dapat digabungkan sekaligus, sebab menggabungkan disini sesuai kebutuhan atas dasar pertinbangan tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, kemampuan pelajar, bahkan kondisi guru. Yang cocok dilakukan dalam hal ini adalah memanfaatkan kelebihan metode tertentu untuk mengatasi kekurangan metode tertentu.
Munculnya metode gabungan  (al-thariqah al-intiqaiyah/ electic method) dengan demikian merupakan kreativitas para pelajar bahasa asing untuk mengefektifkan proses belajar mengajar bahasa asing. Metode ini juga sekaligus memberikan kebebasan kepada mereka untuk menciptakan variasi metode.
Sebagaimana metode-metode lainnya, metode gabungan ini memiliki dasar yang memiliki pijakannya. Ada enam hal yang menjadi pijakan dalam metode ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Al-Khuli (1983:26) :
1.      Setiap metode pengajaran bahasa asing memiliki kelebihan. Kelebihan ini bisa dimanfaatkan dalam pengajaran bahasa asing .
2.      Tidak ada metode yang sempurna dan tidak ada juga metode yang jelek, tetapi semuanya memiliki kekuatan dan kelemahan metode tertentu.
3.      Setiap metode memiliki latar belakang, karakteristik, dasar pikiran, dan peruntukan yang berbeda. Jika metode-metode tersebut digabungkan, maka menjadi sebuah kolaborasi yang saling menyempurnakan.
4.       Tidak ada satu metode pun yang sesuai dengan semua tujuan, semua guru, semua siswa, dan semua program pengajaran bahasa asing.
5.      Hal yang penting dalam mengajar adalah member perhatian kepada para pelajar dan kebutuhannya, bukan menguasai metode tanpa didasarkan kepada para pelajar dan kebutuhannya.
6.      Setiap guru bahasa asing diberi kebebasan untuk menggunakan langkah-langkah atau teknik-teknik dalam menggunakan metode pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan para pelajarnya dan sesuai dengan kemampuannya.

B.     Langkah-langkah Menggunakan Metode Gabungan
Langkah-langkah seorang guru dalam menggunakan metode gabungan ini adalah :
1.      Pendahuluan, sebagaimana metode-metode lain.
2.      Memberikan materi berupa dialog-dialog pendek yang rileks, dengan tema kegiatan sehari-hari secara lisan dengan gerakan-gerakan,isyarat-isyarat, dramatisasi atau gambar.
3.      Para pelajar diarahkan untuk disiplin menyimak dialog-dialog tersebut, lalu menirukan dialog-dialog yang disajikan sampai lancar.
4.      Para pelajar dibimbing menerapkan dialog-dialog tersebut dengan teman-temannya secara bergiliran.
5.      Setelah lancar  menerapkan dialog-dialog yang telah dipelari, maka diberi teks bacaan yang  temanya berkaitan dengan dialog-dialog tadi. Selanjutnya guru memberi contoh cara membaca yang baik dan benar, diikuti oleh para pelajar secara berulang-ulang.
6.      Jika terdapat kosakata yang sulit guru mula-mula memaknainya dengan isyarat, atau gerakan atau gambar atau lainnya. Jika tidak mungkin dengan ini semua guru menerjemahkannya kedalam bahasa pelajar.
7.      Guru mengenalkan beberapa struktur yang penting dalam teks bacaan, lalu membahasnya seperlunya.
8.      Guru menyuruh menelaah bacaan, lalu mendiskusikan isinya.
9.       Sebagai penutup, jika diperlukan evaluasi akhir berupa petanyaan tentang isi bacaan yang telah dibahas. Pelaksanaannya bisa saja secara individual atau kelompok sesuai dengan situasi dan kondisi. Jika tidak memungkinkan karena waktu, misalnya guru dapat menyajikannya berupa tugas yang harus dikerjakan masing-masing pelajar.


C.    Ciri-Ciri Pengajaran Bahasa Arab Dengan Metode Gabungan
1.      Kemahiran berbahasa diajarkan dengan urutan bercakap, menulis, memahami dan membaca.
2.      Kegiatan belajar dikelas berupa latihan (oral practice), membaca keras (reading aloud) dan tanya jawab.
3.      Dalam metode ini juga terdapat latihan menterjemahkan pelajaran gramatika secara deduktif.
4.      Digunakan alat-alat atau audiovisual.

D.    Kelebihan dan Kekurangan Metode Gabungan
Telah disinggung dimuka, bahwa tidak ada metode yang terbaik dan terburuk. Menggunaka metode apapun, khususnya dalam pengajaran bahasa asing, didalamnya akan ada banyak masalah yan harus diatasi termasuk menggunakan metode gabungan ini.
Walaupun terlihat kegiatannya lebih variatif, kemampuan para pelajar dalam menggunakan bahasa asing dipandang lebih merata, namun menggunakan metode gabungan nampaknya kan bermasalah dengan kesedihan guru dan siswa dan alokasi waktu.
Belum tentu semua guru sanggup melakukan serangkaian kegiatan mengajar yang begitu banyak dan bervariasi. Penggunaan metode ini nampaknya menuntut adanya guru yang terlalu banyak malah bisa menimbulkan kejenuhan belajar, apalagi jika materi dibawakan secara monoton. Waktu yang diperlukan juga relatif lebih banyak dibandingkan dengan menggunakan metode lain, padahal umumnya alokasi waktu pelajaran bahasa arab disekolah-sekolah indonesia terbatas, kecuali disekolah-sekolah tertentu yang memberikan perhatian lebih kepada bidang studi bahasa arab.

>>Download File --Klik disini(Goole Drive)
















[1] Ibid, hal. 97
[2]Abdul Aziz Ibrahim al ‘ashoily, Thuruq Tadris al-Lughoh al-Arobiyah, (Riyadh : Darul fikr lit thoba’ah wa al-tauzi’ wa al-nasyr bidamasyqi, 2002 ), hal. 137
[3] Radliyah Zaenuddin. Metodologi & Strategi Alternatif Pembelajaran  Bahasa  Arab. 2005. Yogyakarta: Pustaka Rihlah Group.cet. 1 hlm. 39-40
[4] Abd. Wahab Rasyidi, Memahami Konsep Dasar Pembelajaran Bahasa Arab. Malang : UIN Maliki. Press 2012. hal. 52
[5] Ibid. hal. 72-73
[6] Muhammad Ali Al-Khuli, Strategi Pembelajaran Bahasa Arab, (Yogyakarta. Baran Publishing:2010) hal. 109
[7] Metode Qiraah.blogspot.com/2012
[8] Ibid, hal. 21
[9] Abd.Wahab Rosyidi, Memahami Konsep Dasar Pembelajaran Bahasa Arab (Malang : UIN Maliki Press 2012) hal. 52-53
[10] Ibid. hal.54
[11] Ibid. hal.74
[12] Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya Press 2011) hal. 185
[13] Ibid. hal. 188-189
[14] Ibid. hal.189
[15] Abd. Wahab Rosyidi . Memahami Konsep Dasar Pembelajaran Bahasa Arab, (Malang: UIN Maliki Press 2012) hal.108-109
[16] Acep Hermawan, Metodologi pembelajaran Bahasa Arab, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Press. 2011) hal.191

Comments