ULAR DAN AHLI IBADAH - CERITA UNIK

Ada seorang laki-laki yang sholeh bernama Ibnu Hamir, siang ia berpuasa dan malam beribadah.
Pada suatu hari, ia pergi berburu ke hutan, tiba-tiba ada seekor ular datang mendekatinya seraya berkata: “tolonglah aku, semoga Allah menolong tuan pula.” Ibnu Hamir lalu bertanya kepada ular itu: “menolongmu dari siapa?” ular itu menjawab: “dari musuh yang menganiayaku.”

“mana musuhmu itu?” kata Ibnu Hamir.
“ada di belakangku” Jawab Ular.
“engkau umat siapa?”
“saya dari umat Muhammad Saw.” jawab ular dengan bijaksananya
Ibnu Hamir berkata: “lalu saya bentangkan sorbanku dan saya suruh ular itu besembunyi di dalamnya. Ular itu menolak dengan alasan musuhnya masih dapat melihatnya. Lantas saya bertanya kepadanya: “apa yang bisa saya lakukan buat menolongmu?”
Ular itu menjawab: “jika tuan benar-benar mau berbuat kebajikan maka bukalah mulut tuan supaya bisa bersembunyi di dalamnya:”
“saya takut nanti engkau membunuhku.” Jawab Ibnu Hamir dengan perasaan was-was.
“tidak, demi Allah, saya tidak akan membunuh tuan. Allah menjadi saksinya, juga para malaikat, nabi-nabi, rasul-rasul dan pemanggul arsy, semuanya menjadi saksi kalau saya sampai membunuh tuan.”
Ibnu Hamir berkata: “maka saya pun membuka mulut saya, lalu ular itu masuk ke dalamnya. Kemudian saya melanjutkan perjalanan. Di tengah jalan, saya berjumpa dengan seorang lelaki yang memegang sebatang tombak kecil. Orang itu bertanya: ‘apakah tuan melihat musuhku?’ saya balik bertanya: ‘siapa musuh anda?’ orang itu menjawab: ‘seekor ular.’ Saya jawab: ‘tidak’. Kemudian saya membaca istighfar seratus kali setelah perkataan saya mengatakan tidak itu, padahal sebenarnya saya tahu di mana ular itu berada. Setelah orang itu pergi, ular itu mengeluarkan kepalanya seraya berkata: ‘lihat apakah orang itu benar-benar telah pergi!’ saya lalu menengok ke kiri dan kanan, ternyata memang sudah tidak tampak lagi bayangan orang itu. Lalu saya berkata kepada ular tersebut: ‘sekarang kau boleh keluar, karena saya sudah tidak melihat lagi seorang pun disini.’
Ular itu berkata: ‘tuan, sekarang pilihlah, tuan mau mati dengan cara bagaimana, saya hancurkan jantung tuan atau saya lobangi hati tuan.?
‘subhanallah, mana janji yang telah engkau ucapkan tadi. Cepat sekali engkau telah melupakan seumpahmu sendiri!’ kata saya dengan perasaan terkejut.

Ular itu menjawab: ‘mengapa tuan melupakan permusuhan antara saya dengan datuk tuan adam yang telah saya keluarkan dari dalam syurga. Salah tuan sendiri mengapa tuan berbuat kebajikan kepada yang bukan ahlinya.’
‘apakah engkau benar-benar mau membunuhku?’ Tanya Ibnu Hamir.
‘pasti’ jawab ular itu.
‘kalau begitu, beri saya tempo sebentar supaya saya bisa mencari tempat yang baik buat saya.’
‘terserah tuan’ kata ular.
Maka saya pun berjalan tanpa tau harus ke mana, tipis sudah harapan untuk dapat hidup. Akhirnya saya mengadahkan tangan ke langit seraya berdoa: Ya lathif yaa lathif ulthuf bii biluthfikal khofiyyi, yaa lathif, bil qudratil-latii istawaita bihaa ‘alal arsyi, falam ya’lamil ‘arsyu aina mustaqarraka minhu, illa yaa kafaitanii haadzihil hayyata.’
Kemudian saya berjalan. Di tengah jalan, saya berjumpa dengan seorang laki-laki yang tampan wajahnya, harum badannya dan bersih pakaiannya. Orang itu memberi salam kepada saya, ‘Assalamu alaika.’ Saya jawab, ‘wa’alaikasalam, hai saudaraku.’
Kemudian orang itu bertanya kepada saya, “mengapa saya lihat wajah anda berubah?” Ibnu Hamir menjawab, “karena ulah musuh yang telah menzalimi saya.”
"di mana musuh ada itu?"
"di dalam perut saya," jawab saya.
"coba anda buka mulut anda", katanya.
Maka saya buka mulut saya, lalu orang itu meletakkan sehelai daun di dalam perut saya, mirip dengan daun zaitun berwarna hijau. Kemudian ia berkata, “kunyahlah lalu telanlah.” Saya pun lalu mengunyah dan menelannya. Baru saja saya menelannya, tiba-tiba perut saya mulas, kemudian saya keluarkan ular itu dalam keadaan sudah mati terpotong-potong. Saya bertanya kepada orang itu, “anda sebenarnya siapa?” orang itu tertawa lalu menjawab: “anda tidak kenal sama saya?” “tidak”.
Orang itu menjelaskan “ketika terjadi peristiwa antara anda dengan ular tadi, lalu anda berdoa dengan doa itu, maka para malaikat di tujuh petala langit menjadi gempar. Mereka mengadukan hal itu ke hadirat Allah. Allah menjawab: “aku tahu apa yang telah dilakukan oleh ular itu kepada hamba-ku tersebut.” Kemudian Allah memerintahkan kepadaku dating menolongmu. Aku adalah malaikat yang bernama alma’ruf, tempatku di langit keempat. Allah berfirman kepadaku, “pergilah ke dalam syurga dan ambillah daun yang berwarna hijau, kemudian tolonglah hambaku Muhammad bin Hamir.” Wahai Muhammad bin Hamir berbuatlah kebajikan, Karena ia mendapat menjaga dari mati buruk. Kebajikan itu tidak akan sia-sia di sisi Allah, sekalipun ia disia-siakan orang yang diberi kebajikan itu.[1] 




[1] Syakh Ahmad Bin  Syakh Alfasyani, Al-Majalisus Saniyyah, hlm.103-106

Comments